selamat hari raya idul fitri 1432 H. Minal Aidzin wal faidzin. Mohon maaf lahir dan batin. mari kita galang silaturahim untuk meyatukan gagasan demi kemajuan prenduan . hanya itulah bentuk terima kasih bagi tanah kelahiran yang telah membesarkan kita

24 Agustus 2011

Pendidikan Nilai Yang Inkulkatif

Dikirim :Mohammad Rusli Djamik

DULU gambaran orang bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang ramah, bermoral dan berbudi luhur sangat membanggakan. Namun saat ini keadaannya berbanding terbalik. Ada yang bilang saat ini telah terjadi kondisi darurat peradaban. Buktinya, kekerasan, permusuhan, kebrutalan dan tindakan tidak manusiawi lainnya kerap terjadi di mana-mana dan berlangsung lama, yang ke semuanya berujung pada memudarnya nilai-nilai peradaban bangsa.

Kondisi ini, tidak saja menimpa pada generasi atau lapisan masyarakat tertentu, tetapi sudah merebak ke setiap lapisan. Akibatnya jika keadaan tidak segera disadari dan diperbaiki oleh semua komponen negeri ini, maka kita tinggal menunggu “bom waktu” kehancuran bangsa.

Mengapa sampai terjadi hal semacam ini? Tak dapat dipungkiri dan disangkal, tudingan layak tertuju pada gagalnya pendidikan disekolah secara umum dan secara khusus pendidikan nilai sebagai penyebab.

Kiranya wajar jika kegagalan pendidikan di sekolah dalam mencerdaskan kehidupan rakyat diduga sebagai penyebab munculnya kekerasan, kebiadaban di masyarakat. Sebab pendidikanyang gagal akan menghasilakn orang yang daya nalarnya tidak berkembang, wawasan dan pengetahuannya terbatas, serta iman yang lemah. Orang seperti ini, jelas tidak akan mampu menganalisis persoalan-persoalan kehidupan yang sangat kompleks,tidak mampu mencari al-ternatif mengatasi kesulitan hidupnya, sehingga problema hidup yang dihadapi dianggap sesuatu yang mengancam dirinya, bukan ditanggapi sebagai suatu tantangan yang wajar dalam kehidupan. Karena merasa terdesak dan tidak mampu mencari jalan keluarnya, akhirnya cara-cara kekerasan yang mereka kedepankan.

Nah, kualitas pendidikan yang diharapkan mampu memperbaikinya, keadaannya justru memprihatinkan. Tumbuhnya sikap anarkis dan semacamnya adalah cermin dari belum berhasilnya proses pendidikan nilai-nilai yang ditanamkan selama ini. Oleh karena itu perlu ada terobosan baru dalam proses penanaman nilai-nilai dalam pendidikan kita, seperti yang selama ini biasanya dalam bentuk indoktrinasi berubah menjadi inkulkatif.

Inovasi dan terobosan baru dalam penanaman nilai-nilai dan spiritual sangat diperlukan dalam dunia pendidikan kita kedepan. Sebab masalah-masalah yang dihadapi akan lebih kompleks dan beragam. Sehingga perlu dicarikan suatu sistem yang bisa tersinergi antara peran sekolah, keluarga, masyarakat, dan pemerintah dalam melaksanakan pendidikan nilai dan spiritual sesuai dengan tantangan masa kini.

Suasana Sekolah

Selanjutnya bagaimana sebaiknya pendidikan nilai dan spiritual yang bertujuan menghasilkan manusia yang berbudi luhur diselenggarakan?

Pertama, suasana sekolah hendaknya mampu menciptakan kondisi yang memungkinkan murid melihat dengan mata kepala sendiri, mengalami sendiri bagaimana nilai-nilai itu dihayati dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari oleh kepala sekolah, guru-guru serta warga sekolah yang lain sehingga tercipta suatu komunitas orang berbudaya, bermoral sesuai martabat manusia.

Misalnya, keputusan sekolah yang adil dan tidak memihak, kebijakan-kebijakan sekolah yang berorientasi pada siswa, perlakuan yang sama bagi semua dan tidak ada diskriminasi. Selain itu, sekolah harus bersikap jujur,adil dan demokratis, mengedepankan semangat pelayanan bukan sebaliknya ingin dilayani, menegakkan disiplin dalam ruang kasih sayang bukan kekuasaan.

Kedua, suasana lingkungan sekolah hendaknya mampu menumbuhkan kasih sayang antar sesama murid dengan dasar toleransi dan perdamaian. Kemauan untuk mencapai prestasi yang baik dan prima yang diperoleh dengan cara-ara yang benar dan terpuji, serta peluang bekerjasama dan belajar bersama untuk kemajuan bersama tetapi bukan sebaliknya mementingkan diri sendiri/individualism.

Misalnya, tidak menolerir tindakan nyontek saat ujian, suasan proses ajar belajar yang bertumpu pada metode-metode kelompok, menghargai siswa yang meraih prestasi dengan bukti kerja keras bukan sikap yang dicapai dengan instan.

Ketiga, suasana sekolah yang member ruang yang luas bagi siswanya untuk berpatisipasi dan mengembangkan kompetensinya. Partisipasi itu dalam bentuk kebebasan menuangkan gagasan, ide dan perasaannya, mengambil keputusan sendiri untuk kepentingan dirinya, memebuat rencana-rencana dan tindakan konkret, pengajuan dalam bentuk penentuan tujuan belajar, bahan yang akan dipelajari, member hak bersuara dan perlu didengarkan pendapatnya.

Keempat, suasana sekolah dimana para guru memiliki kompetensi dalam bidangnya dan professional, saleh dan takwa. Sehingga dalam pemberian nilai guru bersikap adil dan setia pada kebenaran. Suasana kondusif yang penuh persahabatan akan mampu membangkitkan motivasi yang kuat bagi kemajuan bersama antara guru dan siswa, bukan sebaliknya saling mengancam, saling dengki.

Kelima, suasana sekolah dimana tumbuh subur norma-norma yang dipahami dan di ikuti bersama dalam rangka menumbuhkan nilai dan prilaku sportif dan toleran terhadap perbedaan, baik kemampuan intelektual akademis maupun sosial ekonomis. Aturan yang ditegakkan hendaknya mengacu pada nilai universal kemanusiaan yang cinta perdamaian, keadilan kesejahteraan, toleransi dan menghargai hak asasi manusia.

Kiranya untuk mencapai kondisi demikian dibutuhkan model pendidikan nilai yang lebih menghargai potensi warga belajar sehingga model-model paksaan/indoktrinasi seperti zaman-zaman dulu hendaknya diganti dengan model persuasive/inkulkatif. Semoga.

Tidak ada komentar: