selamat hari raya idul fitri 1432 H. Minal Aidzin wal faidzin. Mohon maaf lahir dan batin. mari kita galang silaturahim untuk meyatukan gagasan demi kemajuan prenduan . hanya itulah bentuk terima kasih bagi tanah kelahiran yang telah membesarkan kita

26 Mei 2014

PRABOWO DALAM PUSARAN PENCULIKAN DAN KUDETA


oleh: Veronika Gunartati

1. Prabowo dan Badai Mei
Mei 1998 adalah bulan yang harus tak boleh hilang dari ingatan kita. Menjelang  dan setelah Soeharto terjungkal dari kekuasaan dikatator militeristiknya, kekacauan besar melanda Jakarta. Empat mahasiswa Trisakti ditembak pada 12 Mei. Dan sesudahnya eskalasi kekacauan membesar. Di berbagai tempat terjadi penjarahan, pemerkosaan dan pembakaran.  Sutiyoso, waktu itu Gubernur DKI, mengumumkan bahwa  sedikitnya  4.939 bangunan rusak dibakar dan 500 orang tewas. Kerugian material dan immaterial sugguh tak terperi.
Situasi Jakarta  tak terkendali. Habibi sebagai wakil presiden tak berani mengambil keputusan untuk mengambil alih kendali sementara Priseden dan rombongannya sedang melawat ke Mesir. Pada saat genting itu hampir semua jenderal  yang seharusnya bertanggung jawab mengamankan jakarta tak ada di tempat. Sebagian besar mereka pergi ke Malang menghadiri serah terima tanggung jawab Pasukan Pemukul Rekasi Cepat (PRRC) dari Divisi 1 kepada Divisi II Kostrad. Aneh bahwa mereka semua tidak mengetahui bakal ada keusuhan besar.
Pada 21 Mei Presiden Soeharto mundur dari kekuasaan dan menyerahkan kepada  Habibi. Sintong Panjaitan yang semula merupakan penasihat wapres bidang hankam naik pangkat menjadi penasihat presiden bidang hankam.
Keesokan harinya Kivlan Zein dan Muchhdi PR diminta oleh Parnglima Kostrad Letjend Prabowo Subianto untuk menyampaikan surat yang ditandatangani oleh Jenderal A.H. Nasution kepada presiden. Keduanya diterima oelh Sintong. Surat itu berisi saran agar Subagyo HS diangkat menjadi Panglima ABRI dan, Wiranto sebagai menteri Hankam dan Prabowo sebagai KSAD.

Ternyata kemudian dalam bukunya Kivlan Zein mnegakui bahwa Jenderal A.H. Nasution hanya menadatangani saja. Surat ditulis tangan oleh Kiivlan Zein sendiri karena Jenderal  Nasution sedang sakit. Jadi tanggal 22 Mei pagi itu, Prabowo meminta Kivlan dan Muchdi PR untuk menemui Jenderal Nasution dan membuat surat kepada presiden. Habibi diketahui sangat menghormati Nasution.
Pagi itu pula. Wiranto melapor kepada presiden bahwa ada pergerakan pasukan Kostrad dari luar Jakarta ke Jakarta di luar sepengatahuannya. Konsentrasi pasukan juga ada di Patra Jasa, Kuningan, di sekitar kediaman Habibi. Habibi menganggap Wiranto jujur. Maka ia memerintahkan jabatan panglima Kostrad yang dipegang Prabowo harus diserahterimakan pada hari itu juga. Padahal Prabowo baru memegang jabatan itu selama 63 hari.
Mengetahui dirinya diganti, Prabowo mendatangi istana pada pukul 15.00 dengan membawa 12 pengawal. Setelah menanyakan keberadaan presiden, Prabowo langsung menuju lantai dasar seterusnya naik lift ke lantai 4. Ia masih bersenjata lengkap. Tak seorang pun petugas menahannya. Mestinya semua orang yang akan bertemu presiden disterilkan dulu di lantai dasar. Sintong kemudian meminta seorang pengawal presiden untuk mendekati Prabowo dan memintanya menanggalkan senjatanya. Untungnya Prabowo bersedia. Ia membuka kopel tempat menambatkan pistol, magasin peluru, pisau rimba dan peralatan lain.
Prabowo diterima oleh Habibi. Saat ini ia minta kepada presiden untuk dihubungkan dengan Panglima ABRI. Saat itu seorang ajudan segera akan menghubungi Wiranto, tetapi Sintong beranggapan hal ini tidak etis. Maka ia melarang ajudan melakukannya.
Kedatangan Prabowo ke istana pada kukul 15.00 itu aneh, sebab mestinya ia harus melakukan serah terima jabatan. Kata Sintong kepada KSAD, Jenderal Subagyo HS, “Kalau KSAD tidak melakukan penggantian Prabowo sesuai perintah, maka kalian jadi satu paket.” Maksudnya KSAD juga akan diganti. Maka, saat itu juga KSAD mencari Prabowo. Sore itu dengan sikap hormat Prabowo menghadap KSAD dengan sikap hormat meski tetap dengan senjata di pinggangnya.
Tidak lama kemudian, Prof. Soemitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo, minta mengahadap presiden. Atas saran Sintong, sebaiknya presiden menolak bertemu langsung dan berbicara hanya lewat telepon saja. Presiden menerima saran itu. Apa isi pembicaraan mereka berdua, pasti orang banyak akan paham.
Sehubungan dengan penggantian Prabowo ini, Sintong Panjaitan menolak tegas tuduhan bahwa ia adalah otak di belakangnya. Ia mengatakan bahwa ia hanya mendukung segala sesuatu yang diputuskan oleh presiden sesuai kapasitasnya sebagai penasihat bidang hankam.

2. Prabowo dan kudeta L.B. Murdani
Kalau Prabowo terlibat dalam kasus penculikan aktivis pada 1998, sebenarnya benih karakter tersebut sudah tumbuh jauh sebelum masa itu. Tahun 1983 Luhut Panjaitan, waktu itu berpangkat mayor dan Prabowo, kapten waktu itu, merupakan dua orang yang menduduki jabatan komandan dan wakil komandan Detasemen 81/ Antiteror. Satuan elit ini selalu mendapat pasokan informasi intelijen oleh staf Intelijen Hankam.  Karena kedua badan ini saling erat terkait, maka Luhut hampir mengetahui semua gerak-gerik L.B. Murdani sebagai Asintel Hankam.
Pada bulan Maret 1983, menjelang SU MPRR, Luhut dikejutkan oleh laporan anak buahnya bahwa Den 81/Antiteror sedang dalam status siaga atas perintah Kapten Prabowo Subianto. Mereka berencana untuk “mengambil” jenderal L.B. Murdani dan beberapa nama lagi termasuk : Letjen Sudharmono, Marsdya Ginanjar Kartasasmita, dan Letjen Mordiono. Kepala Kasi2/Ops bahkan menerangkan bahwa mereka telah membuat rencana untuk mengamankan Presiden Soeharto ke markas Den81/Antiteror di Cijantung.
Luhut merasa aneh, bahwa ada permasalahan besar seperti itu, tetapi ia sebagai komandan tidak tahu apa-apa. Ia memerintahkan anak buahnya kembali “siaga ke dalam”. Senjata dan radio para anggota dikumpulkan di dalam kemar kerjanya. Ia tidur di kantor malam. Itu.
Prabowo ia panggil. Kepadanya Prabowo menjelaskan bahwa L.B. Murdani akan melakukan kudeta. Seluruh ruangan Den 81/Antiteror telah disadap. Bahkan L.B. Murdani telah memasukkan senjata ke Indonesia. Tentu saja Luhut tidak percaya. Tapi ia ingat betul satu kalimat Prabowo saat itu, “ Bang, nasib negara ini ditentukan oleh seorang kapten dan seorang mayor .”
Luhut melaporkan masalah “kudeta” pada Sintong Panjaitan, Komandan Grup 3/ Sandiyudha. Oleh Sintong, Luhut disarankan melapor kepada Brigjen Jasmin, Danjen Kopassandha. Berdua, Sintong dan Prabowo menhadap Pak Jasmin. Pak Jasmin tidak percaya laporan Prabowo, sehingga Prabowo marah-marah. Kemudian sekali lagi Pak Jasmin memanggil Luhut masuk ke ruangannya, sendirian tidak bersama Prabowo. “Ada apa dengan Prabowo ? Tampaknya ia stress berat. Tahan pasukanmu. Jangan ada yang bergerak !” demikian Brigjen Jasmin.
Susudah kembali ke markas di Cijantung, Luhut menegur Prabowo dan menekankan kedudukan dirinya sebagai komandan dan Prabowo sebagai wakil komandan. Ia menghadap Prof. Sumitro, ayah Prabowo,  untuk memberi tahu bahwa Prabowo diberi cuti dua minggu. Alasannya  Prabowo stress karena terjadi situasi di Cijantung yang “kurang pas”. Prof. Sumitro bisa memahami.
Sintong tahu peristiwa ini lebih detil sesudah bertemu Brigjen Jasmin di Kariango, Makasar. Brigjen Jasmin bercerita bahwa Prabowo mengatakan kepadanya bhw L.B. Murdani akan melakukan kudeta. Karena itu Prabowo akan melakukan gerakan pasukan untuk menangkap L.B. Murdani dan beberapa perwira lainnya. Karena Brigjen Jasmin tidak percaya, Prabowo menuduh Brigjen Jasmin tidak setia negara dan bangsa. Itu dikatakan sambil menuding-nudingkan telunjuk ke wajah Brigjen Jasmin. “Bahkan Luhut yang menurunkan tangan Prabowo, “ tambah Jasmin. Lebih parah lagi Prabowo mengintai rumah Brigjen Jasmin sampai melompati pagar rumahnya.
Kebenaran cerita Brigjen Jasmin ini dibenarkan oleh Marsdya Teddy Rusdi, pejabat Assiten Perencanaan Umum Panglima Tinggi ABRI. Teddy Rusdi telah mendampingi L.B. Murdani selama 20 tahun sejak lulus dari Seskoal. Teddy mengatakan rumahnya juga diintai oleh Prabowo sebab Prabowo menyangka di rumah Teddy sedang dilakukan persiapan kudeta oleh L.B. Murdani.
Kata Sintong dalam bukunya, adalah benar bahwa L.B. Murdani memasukkan senjata ke Indonesia tetapi sama sekali tidak ada hubungannya dengan kudeta. Senjata itu antara lain buatan Israel dan Perancis yang dibeli dari  Taiwan untuk dijual kepada Pakistan dan nantinya akan disalurkan untuk pejuang Mujahidin di Afganistan. Operasi intelijen oleh L.B. Murdani digunakan untuk mencari dana dan peran Indonesia bagi perjuangan di Asia.
Menurut Sintong Panjaitan, tuduhan kudeta ini sama sekali tidak berdasar. Tuduhan dilontarkan oleh seorang kapten yang “sakit” dan tidak punya perangkat untuk menyelidiki kebenaran. Mestinya terhadap Prabowo diambil tindakan. Namun kenyataannya ABRI tidak berani mengambil tindakan karena segan terhadap Soeharto yang mungkin saja akan membela menantunya.
Tentu saja segala peristiwa yang menyangkut dirinya itu diketahui oleh L.B. Murdani sendiri, meski peristiwa itu tidak diperpanjang. Tetapi peristiwa itu merupakan titik awal di mana hubungan L.B. Murdani dan Prabowo tidak pernah lagi menjadi baik. Bahkan beberapa saat kemudian hubungan Luhut Panjaitan dan Prabowo juga ikut memburuk terutama karena kasus pembangunan jaringan intelijen di Den 81 / Antiteror. Luhut juga dilaporkan kepada Suharto:  sekali lagi ….. akan melakukan kudeta kepada Soeharto!
Perkembangan selanjutnya di lingkungan ABRI dikenal adanya “debennysasi”, orang-orang yang dekat dengan L.B. Murdani dibersihkan dari peran-peran strategis. Luhut yang mencapai pangkat jenderal bintang tiga pun tidak pernah menduduki jabatan pangdam bahkan kasdam pun tidak pernah.
Sintong Panjaitan juga merasakan hal yang serupa. Ia mencermati dan menyimpulkan bahwa pada waktu itu setidaknya ada tiga kelompok dalam ABRI. Pertama adalah kelompok yang dekat dengan Soeharto, kedua adalah kelompok yang biasa saja dan ketiga adalah kelompok yang dekat dengan L.B. Murdani. Yang terakhir ini adalah kelompok yang kurang dipercaya oleh Soeharto. Apabila kelompok pertama membuat kesalahan mereka selalu dilindungi, kalau kelompok kedua fifty-fifty, kalau kelompok ketiga tiada maaf bagimu. Sintong sendiri menilai kedekatan dirinya dengan semua atasannya termasuk L.B. Murdani sebagai sikap  prajurit yang profesional. Ia juga dekat dengan Try Sutrisno, Edy Sudrajat dll.

Sumber:
Judul Buku : Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando
Penulis: Hendro Subroto dengan pengantar Prof. Taufik Abdullah
Penerbit : Kompas, Jakarta, April 2009


Tidak ada komentar: